Manajemen UMKM (Usaha Mikro Kecil Dan Menengah)
Pernahkan anda merasa bingung ketika ingin mengembangkan UMKM anda, padahal penjualan sudah lumayan, pelanggan sudah terbentuk, brand anda cukup dikenal. Ternyata bukan anda saja, tapi banyak juga pelaku UMKM mengalami masalah tersebut. Dari yang bertahun – tahun menggeluti UMKM tapi tidak ada perkembengan, hasil selalu sama setiap tahunnya. Kemudian apa yang harus dilakukan? Manajemen UMKM . Apa sih Manajemen UMKM itu? Yuk silahkan dibaca hingga selesai ya artikel dibawah biar paham dan bisa langsung di praktikan.
1. Manajemen Keuangan
Pernah merasa bingung bagaimana mengatur, mencatat, dan mengevaluasi keuangan yang ada di usaha? Tentunya banyak yang mengalaminya. Berdasarkan respon dari sumber-sumber pembiayaan yang ada, UMKM di Indonesia masih banyak yang belum memenuhi persyaratan mendapatkan pembiayaan. Salah satu faktor utamanya adalah belum tertibnya pengelolaan keuangan. Sering terjadi pelaku usaha yang tidak melakukan pencatatan transaksi-transaksi yang ada bahkan banyak yang masih mencampurnya dengan keuangan pribadi atau keluarga.
Nah melalui artikel ini, kami akan membagikan cara bagaimana melakukan pengelolaan keuangan yang mudah dan sudah dilakukan oleh pelaku-pelaku usaha di desa-desa.
Pertama, buat buku khusus untuk mencatat kegiatan. Buku ini dicatat setiap ada transaksi seperti pembelian barang atau alat, pembelian bahan baku, penjualan barang, promosi, dan sebagainya. Ingat, catat setiap ada transaksi baik itu berupa tunai, hutang, piutang, dan promosi. Pencatatan ini berdasarkan transaksi apapun baik pemasukan maupun pengeluaran. Terus apa saja yang perlu dicatat? Nah bisa kita lihat di tabel di bawah ini:
No. | Tanggal | Deskripsi | Kuantitas | Harga Satuan | Total | Ket. | Status |
a | b | c | d | E | f | g | h |
a = diisi dengan urutan angka dari 1 s/d seterusnya
b = diisi dengan tanggal terjadinya transaksi
c = diisi deskripsi transaksi seperti pembelian barang a, penjualan barang b, pembayaran, hutang, promosi, dan lain-lain. Perlu juga didetailkan jenis barangnya. Jenis barang yang berbeda lebih baik ditulis di baris yang baru untuk mempermudah pembacaan nantinya. Contoh: penjualan minyak telon 100 mL merek A (di satu baris), penjualan minyak telon 250 mL merek B (di baris yang lain)
d = diisi dengan jumlah barang
e = diisi dengan harga tiap barang
f = diisi dengan total harga/biaya (perkalian dari Kuantitas dengan Harga Satuan)
g = diisi dengan orang yang berhubungan dengan transaksi seperti nama pembeli/nama supplier bahan baku/petani/dsb
h = diisi dengan status transaksi seperti lunas/hutang/piutang/kurang bayar sekian
Tentunya semakin banyak keterangan di pencatatan akan lebih baik seperti asal pembeli/penjual, nomor kontak, dan lainnya. Akan tetapi, semakin banyak keterangan juga akan membutuhkan buku yang lebih besar dan waktu pencatatan yang lebih lama. Dalam hal ini, contoh di atas sudah dapat mewakili keperluan pelaku usaha dalam mengelola transaksinya.
Dan ingat, jika ada pembayaran atas transaksi yang sebelumnya (misalnya sebelumnya berupa hutang/piutang kemudian ada pelunasan) maka ditulis pada baris yang baru (jangan mengganti atau mencoret catatan yang sudah ditulis) lalu di kolom keterangan perlu ditambahkan pelunasan pada transaksi nomor berapa.
Contoh:
No. | Tanggal | Deskripsi | Kuantitas | Harga Satuan | Total | Ket. | Status |
12/01/20 | Penjualan sambal terasi botol | 5 | Rp. 25.000 | Rp. 125.000 | Bu Siti | Piutang | |
2. | xx | xx | xx | xx | xx | xx | |
3. | xx | xx | xx | xx | xx | xx | xx |
4. | xx | xx | xx | xx | xx | xx | xx |
5. | 29/01/20 | Pembayaran Bu Siti | 5 | Rp. 25.000 | Rp. 125.000 | Lunas |
Sekian dulu artikel kali ini. Jika belum mengerti bagaimana mencatatnya maka buatlah yang lebih menyesuaikan pemahamanmu ya. Yang terpenting adalah adanya pencatatan sehingga bisa dijadikan bahan konsultasi dengan orang yang memahami keuangan. Jadi tetap mencatat walaupun belum terlalu paham ya.
Materi yang berikutnya adalah bagaimana melakukan rekapitulasi pencatatan keuangan yang sudah dilakukan ini sehingga dapat diperoleh kesimpulan keuangan usaha.
2. Manajemen Stok
Menjaga jumlah stok untuk pelaku usaha UMKM mungkin sedikit membingungkan. Kalau terlalu sedikit akan kelimpungan saat tiba-tiba banyak pesanan nantinya dan kalau terlalu banyak akan berisiko lama disimpan. Belum lagi sekali produksi kamu perlu menghitung jumlah produk minimal agar proses produksi dapat efisien atau tidak boros baik dalam penggunaan bahan baku, listrik, tenaga kerja, dan biaya lainnya.
Pengetahuan akan serapan pasar perlu diketahui untuk memberikan gambaran awal seberapa banyak produk yang perlu disiapkan. Semakin banyak calon tempat distribusi, semakin banyak pula produk yang dapat disiapkan. Misalnya ada 10 toko yang akan ditargetkan sebagai saluran distribusi dan masing-masing toko dapat menampung 2 lusin produk dari produsen. Dengan prediksi tersebut maka dibutuhkan 10x2x2= 40 lusin produk. Kenapa dikalikan 2 lagi? Karena kamu tidak boleh membiarkan stok di tempat penyimpananmu kosong. Belum lagi perlu stok untuk dipasarkan ke tempat lainnya. Jadi jumlah ganda dari stok yang ada di pasaran adalah jumlah minimal yang perlu dipenuhi. Tentunya hal ini bisa berbeda tergantung dengan kondisi unik di setiap daerah dan di setiap usaha.
Sama halnya dengan sistem pesanan atau pembelian langsung ke konsumen. Beberapa kali perputaran tentunya kita dapat mengetahui rata-rata jumlah penjualan yang dapat dicapai. Jumlah inilah yang menjadi patokan dalam menentukan perkiraan stok yang diperlukan.
Setelah itu, tempat penyimpanan pun perlu disiapkan. Kebutuhannya tergantung dari jenis produknya. Apakah harus terhindar dari sinar matahari langsung? Apakah harus benar-benar steril? Apakah perlu di ruangan tertutup? Amankah dari orang lain atau anak-anak? Pertimbangan tersebut tentunya berbeda-beda. Dan sebaiknya perlu tempat khusus untuk menyimpan stok, jangan dicampur dengan rumah pribadi atau bahkan fasilitas umum. Atur sedemikian rupa sehingga mudah untuk diambil dan disimpan. Juga pisahkan antara produk baru dengan produk lama sehingga kamu tahu mana yang harus dikeluarkan lebih dulu jika ada pesanan selanjutnya.

Nah yang tidak kalah penting adalah pencatatan. Setiap produk yang dihasilkan kemudian disimpan harus dicatat seakurat mungkin. Begitu juga setiap produk keluar baik ke toko, distributor maupun ke konsumen. Selalu cek rutin jumlah yang masuk dengan yang keluar sesuai dengan jumlah stok yang sebenarnya. Hal yang baik dilakukan adalah menyiapkan buku khusus untuk mencatat keluar masuk produk beserta jumlah stok yang ada. Tetapi jika hal ini masih sulit dilakukan, setidaknya pencatatan di buku transaksi dan produksi dapat mewakili hal ini.
3. Legalitas
Apa legalitas usaha itu perlu? Sepenting apa legalitas saat menjalankan usaha? Tentunya kita semua sudah tahu jawabannya. Ya sangat perlu. Ini sama pentingnya seperti orang-orang yang tinggal di Indonesia harus punya KTP supaya ada legalitas bahwa mereka memang tinggal di Indonesia. Tapi banyak kan usaha-usaha yang tidak memiliki legalitas? Ya memang ada, tetapi pertanyaannya apakah aman usaha mereka? Apakah usaha yang tidak legal dapat berkembang lebih luas dan lebih besar?
Tidak masalah usaha kamu belum memiliki legalitas kalau skala usahanya masih sangat kecil atau masih mencoba-coba apakah usahanya memiliki prospek yang bagus ke depannya. Akan tetapi, semakin besar skala usahanya, dapat dipastikan perlu legalitas. Beberapa keuntungan dari adanya legalitas usaha antara lain:
- Teregistrasi di pemerintahan Indonesia. Banyak event, pameran, pelatihan, ataupun hibah dari pemerintah kepada UMKM di Indonesia. Tentunya usaha yang memiliki legalitas lah yang dapat peluang mengajukan hal tersebut.
- Peluang pasar yang lebih luas. Coba renungkan, seberapa luas pemasaran yang dapat kamu jalankan tanpa adanya legalitas? Mungkin hanya bisa menjualnya langsung kepada konsumen. Kalau ingin disebar ke toko-toko, ritel modern, atau distributor tentunya perizinan menjadi hal wajib dimiliki.
- Dapat menjalin kontrak dagang dengan pihak lain. Sudah dapat dipastikan tanpa adanya legalitas kamu tidak dapat menjalin kontrak dagang dengan pihak lain.
Tapi jangan berpikir kalau mengajukan legalitas itu rumit dan memakan biaya yang besar. Yang pertama dipahami adalah tingkatan legalitas dapat diperoleh secara bertahap. Jika belum dapat mengajukan legalitas usaha yang berbadan hukum maka cukup legalitas izin usaha. Saat ini ada 2 jenis izin usaha. Yang pertama dikeluarkan oleh kecamatan tempat usaha itu dijalankan dan yang kedua dikeluarkan oleh Lembaga OSS (Online Single Submission). Banyak artikel yang membahas lebih lengkap tentang hal ini. Lebih baik kedua jenis legalitas ini dimiliki. Dan mengurus ini gratis loh….
Selain legalitas, perlu diperhatikan pula sertifikasi yang diperlukan untuk mempermudah produkmu dipasarkan. Misalnya produk makanan atau minuman butuh sertifikat PIRT dan Halal dari MUI. Lebih baik mengajukan PIRT terlebih dahulu karena cenderung cepat dan mudah didapatkan. Kalau Halal membutuhkan biaya dan cenderung lebih lambat proses pengajuannya.
Jadi, buat kamu yang baru merintis usaha ataupun sudah menjalankan usaha tetapi belum memiliki legalitas, yuk disegerakan karena lebih banyak keuntungannya loh jika sudah punya.