Membangun Ekonomi Kreatif
Jakarta, CNN Indonesia — Komisi Ekonomi dan Sosial Perserikatan Bangsa-bangsa (UN-ESCAP) menilai sektor kewirausahaan sosial bisa membangun ekonomi kreatif dan inklusif. Hal in disimpulkan oleh UN-ESCAP bersama British Council bertajuk Membangun Ekonomi Kreatif dan Inklusif: Profil Usaha Sosial di Indonesia.
“Kewirausahaan sosial merupakan sebuah kesempatan baik untuk Indonesia. Terdapat 340 ribu kewirausahaan sosial di Indonesia,” ujar Sekretaris Eksekutif UNESCAP Armida Salsiah Alisjahbana di Hotel Double Tree Hotel Hilton,
Lebih dari 2.000 organisasi berpartisipasi dalam penelitian yang berlangsung sepanjang Januari-Juli 2018. Data diperoleh dari proses wawancara, survei, dan Focus Group Discussion.
Penelitian mengestimasi kontribusi sektor usaha sosial terhadap perekonomian baru 1,9 persen dari Pendapatan Domestik Bruto (PDB) Indonesia. Meskipun kontribusi terhadap PDB masih minim, penelitian ini menangkap fakta bahwa kewirausahaan sosial menawarkan sarana-sarana inklusif yang dapat
Kewirausahaan sosial memberikan kontribusi terhadap pemberdayaan masyarakat, khususnya perempuan, penduduk asli, dan para penyandang cacat. Hal itu dilakukan lewat penciptaan lapangan kerja dan mempromosikan upaya pengembangan keahlian kewirausahaan.

“Laporan ini memberikan bukti kuat yang berfungsi sebagai informasi dasar bagi kebijakan serta strategi di masa mendatang,” katanya.
Sektor Kewirausahaan Sosial
Ada tiga sektor yaitu sektor industri kreatif (22 %), agrikultur dan perikanan (16 %) serta pendidikan (15 %). Sebagian besar pelaku bisnis kewirausahaan sosial merupakan generasi muda yang berusaha 18 tahun hingga 34 tahun (67 persen). Kewirausahaan sosial juga membuka kesempatan bagi wanita untuk menjadi pemimpin usaha, dimana sebanyak 40 persen pemimpin bisnis sosial merupakan perempuan.
Tak hanya itu, kewirausahaan sosial membuka kesempatan kerja baru. Kerja penuh waktu periode 2016 ke 2017, jumlah pegawai penuh waktu yang bekerja di usaha sosial meningkat 47 %. Jumlah perempuan sebagai pegawai tetap di usaha sosial melonjak 99 % dan 30 % untuk posisi pegawai paruh waktu.
Armida menilai perusahaan mau memasukkan dampak positif terhadap lingkungan dan sosial sebagai pertimbangan dari kegiatan bisnisnya. Dii Indonesia 64 % konsumen rela membayar lebih untuk produk yang dihasilkan oleh usaha yang memberikan dampak positif.
Dukungan Pemerintah
Di tempat yang sama, Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN) Bambang PS Brodjonegoro menambahkan pemerintah mendukung perkembangan kewirausahaan di Indonesia, termasuk kewirausahaan sosial.
“Kewirausahaan sosial memberikan variasi dari pengusaha. Jadi, yang namanya pengusaha tidak harus berdagang, di industri atau di pertanian, tetapi bisa di sosial,” imbuh dia.
Menurut Bambang, perkembangan teknologi digital membuka kesempatan untuk menghasilkan lebih banyak pelaku usaha dengan beragam ide bisnis yang nonkonvensional. Hal itu banyak dimanfaatkan oleh usaha sosial di berbagai bidang.

Pemerintah, lanjut Bambang, tak ingin terlalu ketat mengatur usaha sosial di Indonesia agar sektor semakin berkembang. Hal itu mengingat pelaku bisnis sosial merupakan pengusaha pemula.
“(Usaha sosial) masih kategori UKM, tetapi bukan UKM yang biasa. Jadi harus ada dorongan khusus untuk mereka supaya mereka lebih nyaman untuk berusaha,” jelasnya.
Ke depan, pemerintah ingin usaha sosial mendukung upaya pencapaian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs).
“Mereka (usaha sosial) menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari upaya kita mencapai tujuan dalam SDGs,” ujarnya. (sfr/bir)