
Secara global, produk agrikultur mengalami peningkatan pada kuartal pertama sebesar 2.5% dikarenakan adanya strategi penimbunan dari beberapa negara sebelum adanya strategi lockdown yang ditetapkan oleh pemerintah masing-masing negara. Negara-negara Asia mengalami penurunan ekspor, yang banyak mengekspor malah Amerika Selatan dimana pada masa pandemi ini ada lonjakan permintaan produk ekspor mereka terutama pada negara2 Asia terutama di gandum dan peternakan. Selain itu pandemi ini diprediksi mengakibatkan ada tambahan 270 juta orang mengalami krisis pangan hingga akhir 2020 menurut World Food Programme.
Menurut Chief Economis FAO, Dr. Maximo T Cullen(2020). Dari pasokan makanan tidak ada masalah, pandemi 1918 dan 2020 yang membedakan bahwa food scarcity di 2020 tidak ada tapi distribusi yang bermasalah karena zona pandemi jadi harus segera update kapan dan dimana. Perusahaan yang mengekspor biji-bijian dan minyak agrikultur, dan tanaman obat lebih kecil terdampak daripada perusahaan yang mengekospor produk hortikultura, ternak, dan jamur2an yang bisa dikonsumsi. Perusahaan kecil hingga start up lebih mudah terdampak dan sangat beresiko terimbas secara finansial daripada perusahaan besar. Sehingga Insentif pemerintah sangat diprioritaskan kepada UKM.
Dalam ruang lingkup pertanian di Indonesia, kami mengambil salah satu area studi untuk dijadikan contoh. Untuk produksi lada di Berau pra covid 19 kami mengambil data dari studi kami pada 2017-2019 dimana dari trend produktivitas mengalami peningkatan dari 0.8 ke 1.1 ton/ha walapun dilihat dari harga pasaran lokal trend lada cenderung menurun hingga 68% dalam 3 tahun terakhir. Kebanyakan lada yang ada di Berau dikirim keluar daerah dalam bentuk curah/wholesale dimana standarnya hanya pada tingkat kekeringan dan berat saja. Kemudian lada tersebut diolah pada kota Surabaya dan Semarang yang kemudian produk olahan jadinya diedarkan ke seluruh Indonesia. Walaupun sudah ada UKM yang memproduksi olahan di Berau tapi kuantitas dan efektivitas distribusi masih perlu ditingkatkan lagi untuk dapat diterima di pasar.

Serifikasi terhadap produk-produk pertanian terus mengalami peningkatan dikarenakan standar higienitas dan sanitasi yang lebih ketat setelah adanya pandemi covid 19. Namun setiap negara sadar akan proses ini tapi tetap berkeinginan agar ekonomi tetap berjalan dengan baik sehingga beberapa negara memberikan insentif berupa pengurangan bea cukai barang yang masuk dari pemerintah setempat. Dalam produk agrikultur Salah satunya sertifikasi SPS dan sertifikasi STDF untuk barang elektronik. Selain itu dalam masa pandemi ini terdapat transisi cepat dalam transaksi bisnis seperti lelang online produk pertanian, lelang lahan produktif peternakan atau perkebunan, dan lain-lain yang biasanya dilakukan oleh pemodal gabungan dari berbagai pihak.
Dalam kasus rantai pasok pertanian lada di Berau ada beberapa poin yang harus dioptimalkan untuk beradaptasi dengan budaya pasar post covid 19. Yang pertama adalah harus ada standarisasi dan sertifikasi perkebunan berkelanjutan. Hal ini dimulai dari merek pupuk atau pestisida dan praktik penggunaannya. Yang kedua adalah transparansi atas harga hasil olahan tersebut dan jalur-jalur distribusi untuk pembagian peran UKM dan industri lainnya. Yang ketiga adalah inovasi dalam produk yang berpotensi menggaet pasar besar atau ekspor yang tentu saja bermodalkan besar harus difasilitasi oleh daerah melalui program BUMDesnya, bisa dalam bentuk joint venture(Bumdes Gabungan) atau menunjuk satu Bumdes yang dijadikan ada di dalam sentra kawasan produksi dan pengolahan. Keempat integrasi gabungan IoT dan Blockchain mengenai manajemen data yang terstandarisasi dan transparan dapat menjadikan rantai pasok pada produk pertanian bisa berjalan dengan efektif dan dapat meminimalisasi ketidakjujuran dalam perdagangan dan bisa mengidentifikasi dengan mudah siapa yang melakukan kecurangan tersebut.