Lemahnya Akses Pemasaran Petani di Indonesia

Cerita duka petani memang tidak pernah usai. Selalu terjadi berulang-ulang sepanjang tahun. Meski begitu pemberitaan tentang nasib petani sangat jarang menjadi topik hangat yang meledak jika dibandingkan dengan pemberitaan perkotaan yang lebih “seru”. Salah satu hal yang biasa terjadi pada petani adalah rendahnya harga jual panen mereka padahal harga di pasaran yang dibeli konsumen bisa jadi tidak ada perubahan yang signifikan. 

Petani selalu menjadi sasaran empuk pihak lain terutama tengkulak untuk ditekan harganya karena tidak memiliki kapasitas untuk mempertahankan harga jualnya. Ya memang mereka sudah bersusah payah menanam tanaman untuk dijual dengan mengorbankan banyak hal dan dihadapkan pada ketidakteraturan musim/cuaca yang berakibat pada hasil panennya. Tapi peran ini seakan tidak dihiraukan dan tidak sebanding dengan jasanya. Ketidakmampuan mereka mengakses pasar membuat mereka menjadi pihak yang sering dirugikan. 

Salah satu contohnya adalah petani lada yang ada di Kabupaten Berau, Kalimantan Timur. Pasar yang didominasi di daerah Jawa bahkan luar negeri pun, petani hanya tahu ladanya sampai ke tangan tengkulak. Sulitnya mencari informasi dari Kab. Berau tentang pasar yang ada di Jawa apalagi di luar negeri. Jika informasi sudah adapun, perkara seperti permodalan, kesediaan stok, dan kualitas segera berhadapan dengan mereka. Sehingga sampai saat ini petani hanya tergantung pembelian dari tengkulak dengan harga yang telah tengkulak tentukan.

Tentu hal ini bukan perkara mudah. Jika masalah ini ingin diatasi, tentu peran petani sangat dibutuhkan dan fasilitas pendukung perlu disediakan. Memperbaiki akses pemasaran berarti secara tidak langsung juga memperbaiki sistem yang sudah berjalan. Bukan tengkulak yang mengumpulkan panen petani satu persatu tetapi petani lah yang mengumpulkan hasil panen mereka sendiri dalam satu kelompok. Pengumpulan ini perlu manajemen yang baik agar tidak menjadi masalah baru di antara petani. Panen yang dikumpulkan pun harus seragam atau homogen, jika tidak perlu disortir mana yang kualitas bagus, sedang, hingga buruk. Mereka juga perlu pendampingan bagaimana mendapatkan informasi dari luar, menyaringnya, dan cara bertransaksi agar terhindar dari penipuan atau transaksi yang merugikan. Tentu, permodalan juga diperlukan untuk menjalankan semua ini. 

Jika hanya seorang petani dihadapkan pada perkara akses pasar, tentu sangat berat diupayakan. Akan tetapi, dengan adanya kepentingan bersama antar petani, mereka dapat membentuk kelompok dan menjadikan kelompok tersebut menjadi wadah dalam memperoleh akses pasar yang lebih baik.

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *